PENGERTIAN INKLUSIF
oleh : Minten Ayu Larassati S.Pd.I,M.Pd.I
Secara etimologi
kata inklusif dan ekslusif merupakan bentuk kata jadian yang berasal dari
bahasa Inggris inclusive memiliki makna termasuk di dalamnya. Inklusif dalam
kamus ilmiah adalah termasuk, terhitung di dalamnya.[1] Inklusif secara terminologi adalah pemahaman yang
mengakui keberadaan agama lain dan masih mempercayai bahwa agama yang dianut
adalah benar walaupun bisa melihat kebenaran yang diusung oleh agama lain.
Ketika seseorang menyadari dan mengakui kehadiran agama-agama lain, ia mulai
berubah menjadi seorang yang inklusif.
Mulyadi Kartanegara
mendefinisikan inklusivisme adalah keterbukaan diri terhadap unsur luar melalui
kemampuan melakukan resiasi dan seleksi secara konstrukif.[2] Teologi inklusif dalam bangunan Nurcholis Madjid adalah
penekanannya untuk memahami pesan Tuhan yakni ketakwaan, takwa bukan sekedar
tafsiran klasik, seperti sikap patuh kehadirat Tuhan melainkan sebagai istilah
”god consciousness” kesadaran ketuhanan yakni kesadaran bahwa Tuhan maha
hadir (ominipresent) dalam keseharian.[3]
Secara epistimologi
teologi inklusif harus masuk bidang-bidang yang mengatasi teologi. Teologi
inklusif tidak hanya inklusif bagi umat Islam saja, tetapi juga bagi agama
lain. Sikap beragama yang inklusif memang sangatlah urgen untuk
menghindari claim of truth dan claim of salvation dalam dunia
dewasa ini yang selalu memiliki pluralitas keagamaan sebagai akibat dari
hancurnya batas-batas budaya, rasial, bahasa dan geografis. Sikap inklusif
memungkinkan seseorang melakukan dialog antar agama lain. Walaupun ia bisa
melihat kebenaran yang diusung oleh agama lain, tetapi seorang inklusif masih
percaya bahwa agamanya yang paling benar.[4]
Dialog antar agama adalah satu bentuk aktivitas yang menyerap ide keterbukaan
itu, sebab dialog tidak mungkin dilakukan tanpa adanya sikap terbuka antara
masing-masing pihak yang berdialog.[5] Melihat dialektika dan kesatuan gagasan tentang
keislaman ke-Indonesiaan dan kemoderatan, Nurcholis Madjid melahirkan ide-ide
pendukung (supporting ideas) yang berfungsi memperkuat konstruksi
seluruh ide, yakni neo-modernisme, integrasi dan pembangunan.
[2]Mulyadhi
Kartanegara, MengIslamkan Nalar Sebuah Respon Terhadap Modernitas (Jakarta:
Erlangga, 2007), hlm. 80-91.
[3]Sukidi,
Teologi Inklusif Cak Nur (Jakarta: Kompas, 2001), hlm. 11-13.
[4]M.
Dawam Raharjo, Merayakan Kemajemukan Kebebasan dan Kebangsaan, (Jakarta:
Kencana Prenada Media Group, 2010),hlm. 232.
[5]Nurcholis
Majid, Kautsar Azhari, Komaruddin Hidayat, dkk. Tim Penulis Paramadina, Fikih
Lintas Agama Membangun Masyarakat Inklusif-Pluralis (Jakarta: Paramadina
anggota IKAP, 2004) hlm. 200.
No comments:
Post a Comment