TERMINOLOGI EKSKLUSIFITAS
oleh: Minten Ayu Larassati S.Pd.I,M.Pd.I
Secara
harfiah ekslusif berasal dari bahasa Inggris, exlusive yang berarti
tidak masuk di dalam nya, dengan tidak disertai yang lain, terpisah dari yang
lain, berdiri sendiri, semata-mata dan tidak ada sangkut pautnya
dengan yang lain.[1] Pandangan ekslusivisme sangat ekstrim, karena mengklaim
bahwa kebenaran hanyalah miliknya. Secara umum
ekslusif adalah sikap yang memandang bahwa keyakinan, pandangan pikiran dan
diri sendirilah yang paling benar, sementara keyakinan, pandangan, pikiran
serta prinsip yang dianut orang lain salah.
Ekslusivitas dalam beragama memiliki
cara pandang agama yang ekstrisik, yakni memandang agama sebagai suatu untuk di
manfaatkan, dan bukan untuk kehidupan, something to use but not to live
(orang berpaling kepada tuhan, tetapi tidak berpaling dari dirinya sendiri).
Agama digunakan untuk menunjang motif-motif lain; misalnya keutuhan akan status,
rasa aman atau harga diri. Orang yang beragama dengan cara ini melaksanakan
bentuk-bentuk luar dari agama, tetapi tidak didalamnya. Cara beragama yang
demikian erat kaitannya dengan penyakit mental, hal ini dimaksud agama tidak
melahirkan masyarakat yang penuh kasih sayang namun sebaliknya.[2]
Salah satu faktor
signifikan yang menjadi penyebab lahirnya konflik antarumat beragama adalah
paradigma keberagamaan yang ekslusif. Model beragama ekslusif memiliki
implikasi yang cukup luas, terutama adalam membentuk pribadi yang antipati dan
memiliki subjektivitas tinggi dalam memandang agama lain. Ekslusivitas
menghilangkan kata kompromi dan konsensus yang penting bagi masyarakat yang
hidup di era majemuk (pluralis), multireligius dan multikultural. Pada
tingkatan ekstrim, pola keberagamaan seperti ini akan melahirkan kelompok
fundamentalisme.[3]
Fundamentalisme
secara etimologi berasal dari kata fundamen yang berarti dasar, sedangkan
secara terminologis fundamentalisme adalah aliran pemikiran keagamaan yang
cenderung menafsirkan teks-teks keagamaan secara rigid dan literalis. Menurut
tokoh Bassam Tibi, fundamentalisme merupakan gejala ideologis yang muncul
sebagai respon atas problem-problem globalisasi, fragmentasi dan benturan
peradaban. Namun dalam perkembangan selanjutnya, agitasi fundamentalisme
mengakibatkan kekacauan di seluruh dunia.[4]
Oleh karena itu fundamentalisme bisa hidup di setiap agama dan memiliki sisi
negatif dan positif. Sosok fundamentalisme juga memiliki karakteristik
tersendiri, karakteristiknya meliputi; skriptualisme (kitabi) yakni keyakinan secara harfiyah terhadap kitab suci,
penolakan hermenetika yakni sikap kritis terhadap teks, penolakan terhadap
pluralisme dan relativisme, penolakan terhadap perkembangan historis dan
sosiologis.
[2]Jaludin Rahmat, Islam Alternatif Cearamah-Ceramah di Kampus (Bandung:
Mizan, 2003), hlm. 25-27.
[3]Ngainun Naim dan Achmad Sauqi, Pendidikan
Multikultural Konsep dan Aplikasi (Jogjakarta: Ar Ruzz Media, 2010), hlm.
134-136.
[4]Bassam Tibi, Terj. Imron Rosyidi,
dkk., Ancaman Fundamentalisme, Ranjau Islam Politik dan Kekacauan Dunia
(Yogyakarta: Tiara Wacana, 2000), hlm. 8.
No comments:
Post a Comment