menu

Thursday, August 10, 2017

Eksklusifitas

TERMINOLOGI EKSKLUSIFITAS
oleh: Minten Ayu Larassati S.Pd.I,M.Pd.I

Secara harfiah ekslusif berasal dari bahasa Inggris, exlusive yang berarti tidak masuk di dalam nya, dengan tidak disertai yang lain, terpisah dari yang lain, berdiri sendiri, semata-mata dan tidak ada sangkut pautnya dengan yang lain.[1] Pandangan ekslusivisme sangat ekstrim, karena mengklaim bahwa kebenaran hanyalah miliknya.  Secara umum ekslusif adalah sikap yang memandang bahwa keyakinan, pandangan pikiran dan diri sendirilah yang paling benar, sementara keyakinan, pandangan, pikiran serta prinsip yang dianut orang lain salah.
Ekslusivitas dalam beragama memiliki cara pandang agama yang ekstrisik, yakni memandang agama sebagai suatu untuk di manfaatkan, dan bukan untuk kehidupan, something to use but not to live (orang berpaling kepada tuhan, tetapi tidak berpaling dari dirinya sendiri). Agama digunakan untuk menunjang motif-motif lain; misalnya keutuhan akan status, rasa aman atau harga diri. Orang yang beragama dengan cara ini melaksanakan bentuk-bentuk luar dari agama, tetapi tidak didalamnya. Cara beragama yang demikian erat kaitannya dengan penyakit mental, hal ini dimaksud agama tidak melahirkan masyarakat yang penuh kasih sayang namun sebaliknya.[2]
Salah satu faktor signifikan yang menjadi penyebab lahirnya konflik antarumat beragama adalah paradigma keberagamaan yang ekslusif. Model beragama ekslusif memiliki implikasi yang cukup luas, terutama adalam membentuk pribadi yang antipati dan memiliki subjektivitas tinggi dalam memandang agama lain. Ekslusivitas menghilangkan kata kompromi dan konsensus yang penting bagi masyarakat yang hidup di era majemuk (pluralis), multireligius dan multikultural. Pada tingkatan ekstrim, pola keberagamaan seperti ini akan melahirkan kelompok fundamentalisme.[3]
Fundamentalisme secara etimologi berasal dari kata fundamen yang berarti dasar, sedangkan secara terminologis fundamentalisme adalah aliran pemikiran keagamaan yang cenderung menafsirkan teks-teks keagamaan secara rigid dan literalis. Menurut tokoh Bassam Tibi, fundamentalisme merupakan gejala ideologis yang muncul sebagai respon atas problem-problem globalisasi, fragmentasi dan benturan peradaban. Namun dalam perkembangan selanjutnya, agitasi fundamentalisme mengakibatkan kekacauan di seluruh dunia.[4] Oleh karena itu fundamentalisme bisa hidup di setiap agama dan memiliki sisi negatif dan positif. Sosok fundamentalisme juga memiliki karakteristik tersendiri, karakteristiknya meliputi; skriptualisme (kitabi) yakni keyakinan secara harfiyah terhadap kitab suci, penolakan hermenetika yakni sikap kritis terhadap teks, penolakan terhadap pluralisme dan relativisme, penolakan terhadap perkembangan historis dan sosiologis.




[1]John M. Echols dan Hasan Shadily, Kamus Inggris-Indonesia cet. VIII, (t.ktt.,2005), hlm.222.
[2]Jaludin Rahmat, Islam Alternatif  Cearamah-Ceramah di Kampus (Bandung: Mizan, 2003), hlm. 25-27.
[3]Ngainun Naim dan Achmad Sauqi, Pendidikan Multikultural Konsep dan Aplikasi (Jogjakarta: Ar Ruzz Media, 2010), hlm. 134-136.
[4]Bassam Tibi, Terj. Imron Rosyidi, dkk., Ancaman Fundamentalisme, Ranjau Islam Politik dan Kekacauan Dunia (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2000), hlm. 8.

No comments:

Post a Comment