PENGERTIAN PENDIDIKAN MULTIKULTURAL
(Oleh : Minten Ayu Larassati S.Pd.I,M.Pd.I)
a.
Pengertian Pendidikan Multikultural
Pendidikan multikultural
adalah merupakan suatu wacana yang lintas batas, karena terkait dengan
masalah-masalah keadilan sosial (social justice), demokarasi dan hak
asasi manusia[1].
Azyumardi azra mendefinisikan pendidikan
multikultural sebagai pendidikan untuk atau tentang keragaman kebudayaan dalam
merespon perubahan demografi dan kultur lingkungan masyarakat tertentu atau
bahkan demi secara keseluruhan[2]. Prudence Crandall
mengemukakan bahwa pendidikan multikultural adalah pendidikan yang memperhatikan
secara sungguh-sungguh terhadap latar belakang peserta didik baik dari aspek
keragaman suku (etnis), ras, agama (aliran kepercayaam) dan budaya (kultur).
Secara lebih singkat Andersen dan Custer (1994) mengatakan bahwa pendidikan
multikultural adalah pedidikan mengenai keragaman budaya.[3] Sedangkan Musa Asy’ari juga
menyatakan bahwa pendidikan
multikultural adalah proses penanaman cara hidup menghormati, tulus, dan toleran
terhadap keanekaragaman budaya yang hidup di tengah-tengah masyarakat plural[4], Dari
uraian tersebut diatas, definisi yang disampaikan oleh Musa Asy’ari adalah definisi yang disetujui
dalam penulisan ini.
b.
Nilai Inti dan Fokus Pendidikan Multikultural
Nilai niti dari
pendidikan multikultural adalah hakikat dari pendidikan multikultural, dimana
hakikat dari pendidikan multikultural mencoba
melintasi batas-batas primodial manusia. Batas-batas primodial manusia
merupakan batas-batas modern dewasa ini yang menghantui menusia yang masih
berfikir waras berdasarkan trilogy common sense[5].
berdasarkan prof.Bennett
merumuskan nilai inti pendidikan multikultural dengan gambar dibawah ini:
Gambar 1. Niali-nilai
inti dari tujuan pendidikn multikultural
Nilai-nilai
pendidikan multikultural dan tujuana pendidikan multikultural dalam gambar
tersebut terdapat empat nilai inti dari pendidikan multikultural yaitu: a). Apresiasi
terhadap adanya kenyataan pluralitas budaya di masyarakat, b). Pengakuan terhadap harkat dan hak Asasi
manusia, c). Pengembangan tangung jawab masyarakat dunia, d). Pengembangan
tangung jawab manusia terhadap bumi.
Berdasarkan
nilai-nilai inti tersebut terdapat enam tujuan yang berkaita dengan nilai-nilai
inti tersebut, yaitu: Pertama, mengembangkan persepektif sejarah yang
beragam dari kelompok-kelompok masyarakat (etnohistorisitas). Kedua, memperkuat
kesadaran budaya yang hidup dimasyarajat. Ketiga, memperkuat kompetisi
interkultur dari budaya-budaya yang hidup dimasyarakat. Keempat, membasmi rasisme, seksisme, kastaisme, dan
berbagai jenis prasangka (prejudice). Kelima, mengembagkan
kesadaran atas kepemilikan planet bumi. Keenam, mengembangkan
ketrampilan aksi sosial (social action).
Mengenai fokus pendidikan multikultural, H.A.R
Tilaar mengungkapkan bahwa dalam program pendidikan multikultural, fokusnya
tidak lagi diarahkan semata-mata kepada kelompok rasial, agama dan kultural
domain atau mainstream. Fokus seperti ini akan menjadi tekanan pada pendidikan
interkultural yang menekankan peningkatan pemahaman dan toleransi individu-individu yang berasal dari kelompok
minoritas terhadap budaya mainstream yang dominan, yang pada akhirnya
menyebabkan orang-orang dari kelompok minoritas terintegrasi ke dalam
masyarakat mainstream. Pendidikan multikultural sebenarnya merupakan sikap
peduli dan mau mengerti (difference), atau politics of recognition
politik pengakuan terhadap orang-orang dari kelompok minoritas.[6]
Dalam konteks itu, pendidikan multikultural
melihat masyarakat secara lebih luas. Berdasarkan pandangan dasar bahwa sikap indiference dan Non-recognition tidak hanya berakar
dari ketimpangan struktur rasial, tetapi paradigma pendidikan multikultural
mencakup subjek-subjek mengenai ketidakadilan, kemiskinan, penindasan dan
keterbelakangan kelompok-kelompok minoritas dalam berbagai bidang: sosial,
budaya, ekonomi, pendidikan dan lain sebagainya. Paradigma seperti ini akan
mendorong tumbuhnya kajian-kajian tentang ethnic studies untuk kemudian
menemukan tempatnya dalam kurikulum pendidikan sejak dari tingkat dasar sampai
perguruan tinggi. Tujuan inti dari pembahasan tentang subjek ini adalah untuk
mencapai pemberdayaan (empowerment) bagi kelompok-kelompok minoritas dan
disadventaged.[7]
[1]
H.A.R Tilaar,2003.Kekusaan Dan Pendidikan Suatu Tinjauan Dan Persepektif
Studi Kultural.IndonesiaTera.167
[2]
Imron,Mashadi, Pendidikan Agama Islam
Dalam Persepektif Multikulturalisme. Balai Litbang Agama. Jakarta.
Hal: 48
[3]
H.A Dardi Hasyim, Yudi Hartono. Pendidikan Multikultural di Sekolah. UPT
penerbitan dan percetakan UNS. Surakarta. Hal: 28
[4] Musa Asy’arie, (2004). Pendidikan Multikultural dan Konflik
Bangsa, http://www.kompas.com/kompas-cetak/0409/03/opini/1246546
[5]
Tiga akal tersebut adalah dimensi ontology, epistimologi dan aksiologi.
Ontologi : cabang metafisika yang membicrakan watak realitas tertinggi atau
wujud (being) epistimologi:cabag dari filsafat yang meyakini sumber-sumber
serta pengetahuan-pengetahuan. Aksiologi: penyelidikan terhadap
nilai-nilai/martabat dan tindakan manusia (cabag dari filsafat) . (Kamus
Ilmiyah Popular : Pius A Partanto, M Dahlan Al Barry).
[6]
Muhaiemin
El-Ma’hady (2004), Multikulturalisme dan Pendidikan Multikultural. http://artikel.VS/muhaemin6-04.htm
[7] Ibid.
Disadvantaged/disadvantaseus
adalah suatu kondisi yang sangat tidak menguntungkan, yang membawa kedalam
suatu kerugian,(Kamus Ilmiyah Popular : Pius A Partanto, M Dahlan Al Barry).
misalnya dalam kelomok tertentu yang memiliki ciri yang berbeda (kulit hitam
dan kulit putih di Amerika) diberlakukan secara diskriminatif.
No comments:
Post a Comment