Terdapat tiga prinsip
pendidikan multikultural yang dikemukakan oleh Tilaar (2004). Pertama, pendidikan
multikultural didasarkan pada paedagogik kesetaraan manusia (equity pedagogy).
Kedua, pendidikan multikultural ditujukan kepada terwujudnya manusia
Indonesia yang cerdas dan mengembangkan pribadi-pribadi Indonesia yang menguasai
ilmu pengetahuan dengan sebaik-baiknya. Ketiga, prinsip globalisasi
tidak perlu ditakuti apabila bagsa ini mengetahui arah serta nilai-nilai baik
dan buruk yang dibawanya.[1] Dari prinsip yang
disampaikan oleh Tilaar sudah dapat mengambarkan bahwa arah dari pendidikan
multikultural adalah untuk menciptakan manusia yang terbuka terhadap
perkembagan zaman dan keragaman beberapa aspek dalam kehidupan yang modern ini.
Mengenai dimensi
pendidikan multikultural James A.Banks (1994) menjelaskan bahwa pendidikan
multikultural memiliki lima dimensi pertama, Content Integratin, Mengintegrasikan
berbagai budaya dan kelompok untuk mengilustrasikan konsep mendasar, generalisasi dan teori
pada mata pelajaran/dispin ilmu. Kedua,
The Knowledge Constraction Process, Membawa siswa untuk memahami implikasi
budaya ke dalam sebuah mata pelajaran (disiplin). Ketiga, An Equity
Paedagogy, Menyesuaikan metode pengajaran dengan cara belajar siswa dalam
rangka memfasilitasi prestasi akademik siswa yang beragam baik segi ras, budaya
ataupun sosial. Keempat, Prejudice reduction, Mengidentifikasi
karakteristik ras siswa dan menentukan metode pengajaran mereka dan kelima
adalah Melatih kelompok untuk
berpartisipasi dalam keanggotaan olahraga, berinteraksi dengan seluruh staff
dan siswa yang berbeda etnis, ras dalam upaya menciptakan budaya akademik.[2]
Menurut H.A.R tilaar pendidikan multikultural di Indonesia memiliki
enam dimensi yaitu pertama, “Right to culture” dan
identitas budaya lokal, sebagai manifestasi jawaban globalisasi. Kedua, kebudayaan
Indonesia yang menjadi, yakni mewujudkan sistem nilai ke Indonesiaan ditengah
sistem keberagaman. Ketiga, Konsep pendidikan multikultural normatif, bukan sekedar deskriptif. Keempat,
Pendidikan multikultural merupakan suatu rekonstruksi sosial, yakni sebagai
alat untuk melihat kembali kehidupan sosial yang ada dewasa ini. Kelima, Pendidikan
multikultural di Indonesia memerlukan pedagogik baru[3],
yang tidak hanya terbatas dalam pendidikan sekolah. Kelima, Pendidikan
multikultural bertujuan untuk mewujudkan visi Indonesia masa depan serta etika
berbangsa.[4]
Jadi dengan memahami dimensi pendidikan multikultural dalam
melakukan kegiatan pendidikan akan memposisikan peserta didik sebagai subyek
sekaligus obyek pendidikan, yang sesuai dengan cirri peserta didik
yaitu berdaya menggunakan kemampuanya dan kemauannya, memiliki keinginan untuk
berkemag, memiliki latar belakang sosio-kultur yang berbeda, memiliki potensi
secara individu.
[1]Abdul
Wahid, Pendidikan Agama Islam Dalam
Persepektif Multikulturalisme. Balai Litbang Agama. Jakarta. Hal 142
[2] Muhaiemin
El-Ma’hady, op. cit
[3] Pedagogi
yang dibutuhkan ada dua yaitu paedagogi pemberdayaan (pedagogy empowerment
) dan kesetaraan (pedagogy of equity)
[4] H.A.R
Tilaar (2002), Perubahan Sosial dan Pendidikan: Pengantar Pedagogok
Trasformatif untuk Indonesia.
No comments:
Post a Comment